Berita  

Masyarakat Adat Gelar Ritual di Depan Pengadilan Negeri Simalungun Buntut Kasus Kriminalisasi Sorbatua Siallagan

banner 120x600
banner 468x60

Simalungun – Sidang kasus kriminalisasi Sorbatua Siallagan, seorang tetua adat keturunan Ompu Umbak Siallagan, kembali bergulir pada Senin, 10 Juni 2024, di Pengadilan Negeri Simalungun. Persidangan yang telah berlangsung sebanyak empat kali ini, hari ini mencatat agenda putusan sela, yang menentukan kesahihan dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Sementara itu, masyarakat adat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, turut menyuarakan aspirasi mereka melalui aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Simalungun. Dengan membawa poster dan spanduk yang menuntut keadilan, mereka meminta pembebasan Sorbatua Siallagan dan penegakan perlindungan bagi masyarakat adat di Sumatera Utara.

Tak hanya itu, ritual adat juga dilakukan oleh keturunan Ompu Umbak Siallagan sebagai bentuk doa agar proses hukum berjalan adil dan menghasilkan keputusan yang membebaskan Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan. Bonar Siallagan, salah satu pemimpin masyarakat adat, memimpin ritual tersebut dengan doa-doa dalam bahasa Batak, sambil membakar kemenyan dan sajian pangurason sebagai harapan agar Pengadilan Negeri Simalungun tidak terpengaruh oleh intervensi pihak manapun.

Jangan Lewatkan :  Persiapan Evenaquabike, Polres Tanah Karo Gotong Royong Membersihkan Pantai Sinalsal Tongging

Dalam persidangan, kekecewaan disampaikan melalui kuasa hukum Leli Sihotang atas penolakan eksepsi Sorbatua Siallagan oleh hakim. Kritik juga dilontarkan terhadap konsistensi Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan yang disampaikan.
“Dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam Dakwaan, JPU menyinggung bahwa Sorbatua Siallagan melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 2 huruf b UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No. 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang,” Kata Nurleli. Ditambahkannya, “Jika JPU ingin konsisten dengan Asas Non-Retroaktif, mengapa dalam uraian tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan, Sorbatua dianggap melanggar UU No. 6 Tahun 2023?” Namun dalam pengenaan pasal yang didakwakan JPU kembali ke UU No.11 Tahun 2020, Jadi ini bukti inkonsistensi JPU dalam Dakwaan dan Replik.

Jangan Lewatkan :  Gotong Royong Adalah Warisan yang Harus Dijaga dan Dilestarikan

Doni Munthe, dari Biro Advokasi AMAN Tano Batak, menilai penolakan eksepsi sebagai bukti kriminalisasi yang dilakukan oleh PT. Toba Pulp Lestari (TPL) untuk menghalangi masyarakat adat menuntut hak atas tanah adat mereka. Kritik juga dilontarkan terhadap kurangnya pertimbangan terhadap aspek Hak Asasi Manusia dalam proses hukum tersebut.
“Sorbatua Siallagan itu bukanlah pelaku kriminal dan penjahat, dia adalah penjaga bumi karena sudah melestarikan alam dengan menanami pohon di atas tanah adatnya, justru TPL lah yang merusak alam dan negara melindunginya” Kata Doni

Jangan Lewatkan :  Pendaftaran Siswa Baru SMA Negeri 1 Balige Buka Melalui 4 Jalur

Dengan demikian, aksi dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat adat menjadi simbol perlawanan dan penegakan keadilan atas kriminalisasi yang dialami Sorbatua Siallagan serta perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.

banner 468x60